Search This Blog

Tuesday, April 1, 2014

Manis Pedas Perjalanan Kakek Ahmad Berdagang Asinan Sejak Tahun 50an

Kamis, 27/03/2014 09:47 WIB
Manis Pedas Perjalanan Kakek Ahmad Berdagang Asinan Sejak Tahun '50an
Bagus Prihantoro Nugroho - detikNews


Kakek Ahmad


Jakarta - Sudah bukan hal aneh lagi orang merasa kepanasan ketika berada di Jakarta. Terik matahari ditambah dengan asap hitam kendaraan mengepul-ngepul membuat tenggorokan kering.

Duduk di bawah jembatan penyeberangan halte TransJakarta Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, seorang tua dengan sebuah gerobak yang berisi minuman segar. Warna cerah buah-buahan dan air yang segar terbungkus apik dalam plastik transparan dalam gerobak milik Kakek Ahmad (75).



“Saya jualan asinan seperti ini sudah dari tahun 1950an, waktu itu saya masih kecil tapi harus bantu mencari uang,” ujar Kakek Ahmad di siang bolong hari Jumat (21/3/2014).

Asinan buatan Kakek Ahmad dan istrinya itu dijual dengan harga Rp 7.000, cukup murah karena bisa disantap bersama-sama. Jangan tanya lagi soal rasa, karena sudah teruji sejak tahun 1950an.

Sejak tahun itu pula Kakek Ahmad menyusuri rute yang sama. Bagi Kakek Ahmad rasa bosan dapat langsung sirna ketika melihat senyum puas para pelanggan yang membeli asinan miliknya.

“Dulu jalanan di sini masih belum diaspal, masih sempit. Sekarang jadi ramai sekali ini. Kadang seram juga jalan di jalanan ini,” kata Kakek Ahmad.

Dirinya tinggal di bilangan Warung Buncit bersama dengan istri tercinta dan anak bungsunya yang baru saja lulus SMK. Anak bungsunya itu saat ini bekerja sebagai kasir sebuah restoran di Tebet, Jakarta Selatan.

Tidak tahu kenapa sekeluarga saya jadi suka masakan semua. Asinan ini juga yang bikin istri saya, kalau sore itu buah-buahan dipotong-potong. Agak malam kemudian membuat airnya sambil dimasukan ke kulkas. Besok paginya saya bawa keliling dari rumah, ke Tegal Parang, ke Gedung Trans TV, terus siang mangkal di sini, nanti sekitar jam 16.00 WIB geser lagi ke kompleks sana,” tutur Kakek Ahmad.

Gerobak miliknya berukuran 1,5 x 1 x 0,5 meter persegi dengan bagian mirip akuarium yang terisi bungkusan asinan. Setiap harinya Kakek Ahmad membawa 60 - 80 bungkus asinan segar.

“Alhamdulillah hampir setiap hari habis semua asinannya. Karena tidak pakai bahan-bahan kimia jadinya pembeli biasanya bisa simpan di kulkas dan dimakan pas sedang santai,” kata Kakek Ahmad.

Seorang pembeli kemudian muncul dari sebuah gedung perkantoran di dekat Kakek Ahmad mangkal. Kakek itu kemudian berdiri untuk melayani pelanggan, saat itulah nampak tubuh Kakek Ahmad rupanya sudah membungkuk.

Tangan kakek Ahmad sudah bergetar ketika mengambilkan asinan dari wadah yang dingin itu. Butuh waktu sekitar semenit untuk mengambil sebuah asinan, tetapi sang pelanggan memaklumi dan sabar menanti.

“Sebenarnya anak saya sudah melarang saya untuk jualan, tapi saya malah merasa capai kalau menganggur. Hanya nonton TV di rumah, saya lebih baik bekerja saja,” ucap Kakek Ahmad.

“Lagipula asinan ini kan makanan khas Betawi yang bisa dibilang hampir punah, makanya saya tetap masih akan berdagang asinan,” lanjut Kakek Ahmad.

Sumber:http://news.detik.com/pemilu2014/read/2014/03/27/094722/2538123/1567/manis-pedas-perjalanan-kakek-ahmad-berdagang-asinan-sejak-tahun-50an

No comments:

Post a Comment