Search This Blog

Saturday, April 5, 2014

Kisah 2 Petinju Juara Nasional Mengais Rezeki dari Warung dan Memulung

Jumat, 04/04/2014 10:44 WIB
Kisah 2 Petinju Juara Nasional Mengais Rezeki dari Warung dan Memulung
Dhani Irawan - detikNews



Yanto (kaos coklat) dan Hasan (kaos hijau)


Jakarta - Kedua lengannya padat bak barbel angkat beban. Kepalan tangannya masih mantap. Postur tubuhnya kokoh. Ayunan tangannya masih lincah. Tak ayal, sosok Suyanto (46) yang tegap berisi karena latihan fisik rutin semasa dia menjadi atlet tinju dulu.

Tahun 1986 ketika kedua kakinya menginjak Jakarta pertama kalinya, pria asal Nganjuk, Jawa Timur, itu punya satu tujuan: menjadi petinju profesional. Cita-cita Yanto pun bak gayung bersambut. Mulai pertengahan tahun itu, dia memulai karirnya di bidang adu jotos hingga mengecap berbagai pengalaman sebagai petinju.



“Mulai tahun 1986 dari nol. Terus aktif sampai tahun 2000, berhenti. Ya faktor usia juga. Tapi sampai sekarang masih latihan,” kata pria yang menyandang nama ring Yanto de Villa itu saat ditemui di Taman Tanah Abang 3, Jakarta Pusat, Selasa (1/4/2014).

Ketika masih muda, Yanto memang gemar berkelahi. Namun, dia tak ingin sembarangan menyalurkan ‘hobi’-nya itu. Dia memilih jalur olahraga tinju agar 'hobi'-nya itu tersalurkan secara positif.

“Saya memang suka berantem dulu waktu kecil. Terus zaman dulu kan TV masih hitam putih itu ada pertandingan tinju. Saya ingin jadi petinju,” kata Yanto.

Yanto pernah mengecap juara di kejuaraan nasional ad-interim tinju kelas terbang mini pada tahun 1993. Namun, hidupnya kini berbanding terbalik jika dibandingkan masa-masa kejayaannya sebagai atlet dahulu. Sekarang hidupnya dihabiskan dengan menjaga sebuah warung kecil. Yanto berjualan rokok dan minuman di taman yang selalu ramai kala jam makan siang itu.

Yanto tak sendiri. Kawan sejawatnya, Hasan Lobubun malah lebih nelangsa. Meski Hasan pernah merasakan sabuk juara nasional kelas bantam junior pada tahun 1987, hidupnya kini bergantung dengan mengumpulkan barang-barang bekas.

Jakarta - “Hanya kumpulin botol-botol bekas, lalu dijual ke pengepul. Kalau nggak gitu ya nggak makan,” kata Hasan ketika ditemui di lokasi yang sama.

Hasan sedikit sulit untuk diajak berkomunikasi. Hal itu karena kehidupannya sebagai petinju rentan dengan pukulan yang bisa membuat tubuh terganggu.

“Biasanya seperti itu. Kalau nggak pendengaran terganggu atau sering lupa. Saya juga agak sulit untuk pendengaran,” kisah Yanto tentang sahabatnya itu.

Yanto dan Hasan memang berkawan karib sejak berkarir sebagai atlet tinju. Namun, nasib baik tampaknya tak berpihak pada mereka berdua. Bahkan, Hasan mengaku tidak mempunyai tempat tinggal dan sehari-hari tidur di pos dekat taman itu.

"Mana ada punya rumah. Ngumpulin barang bekas itu sehari ya Rp 5 ribu sampai Rp 20 ribu," kata Hasan.

"Harus pinter-pinter muterin uangnya. Ya Alhamdulillah bisa nyekolahin anak. Kita-kita ini juara nasional, tapi itu nasib-nasiban juga," tutur Yanto menimpali Hasan, sembari meladeni pembeli di taman di tengah kota metropolitan ini.

Keduanya berharap pemerintah memperhatikan nasib mantan atlet yang pernah mengharumkan nama bangsa di kancah olahraga tinju itu. Meski begitu, keduanya tak patah arang. Daripada menunggu uluran tangan belas kasihan, mereka telah lebih dulu menghantam kejamnya hidup di Ibukota dengan kepalan tangan sendiri.

Pada masa pemerintahan SBY dan Menpora Adhyaksa Dault, mereka berdua juga pernah bertemu dan bersalaman dengan SBY pada tahun 2007. Namun sayang, keduanya terlalu segan untuk menyampaikan keluh kesahnya sebagai mantan atlet nasional yang terpinggirkan.

"Dulu zamannya pak Adhyaksa, kita mantan atlet diajak ke Istana. Waktu itu saya udah dagang kayak gini. Ya gimana, mungkin nggak ada sesi tanya-jawabnya, jadi nggak berani ngomong. Ya ke depan semoga pemerintah lebih memperhatikan. Mungkin dikasih rumah atau beasiswa sekolah buat anak-anak," harap Yanto.

Sumber: http://news.detik.com/pemilu2014/read/2014/04/04/104425/2545295/1567/kisah-2-petinju-juara-nasional-mengais-rezeki-dari-warung-dan-memulung

No comments:

Post a Comment